Banyak Ilmuwan yang Sangat Religius | Pandangan publik antara sains dan agama yang bertentangan tak sepenuhnya benar. Meski terkadang temuan sains bentrok dengan panduan agama, tapi studi terbaru menunjukkan bahwa dua bidang ini bisa saling bekerjasama. Blog ini tentang Informasi Unik dan Menarik
Pada Senin 17 Februari 2014, Pyhs melansir studi bertajuk Religious Understandings of Science (RUS) oleh Elaine Howard Ecklund, yang dilakukan profesor sosiologi Rice University Amerika Serikat. Studi itu mengungkapkan bahwa hampir setengah lebih dari 10 ribu orang Amerika Serikat meyakini sains dan agama bisa bekerjasama.
"Kami menemukan hampir 50 persen penginjil meyakini sains dan agama dapat bekerjasama dan mendukung satu sama lain," tegas Ecklund.
Angka ini, kata dia, kontras dengan anggapan bahwa hanya 38 persen orang AS yang merasa sains dan agama bisa bekerjasama.
Studi yang dipresentasikan selama konferensi American Association for the Advancement of Science (AAAS) ini juga menemukan 18 persen ilmuwan rajin menghadiri upacara keagamaan tiap pekan.
Fakta lain yang ditemukan dari survei itu adalah 15 persen ilmuwan mengenali diri mereka dengan sangat religius, 13,5 persen ilmuwan membaca teks religi tiap pekan, serta 19 persen ilmuwan berdoa beberapa kali tiap hari.
"Ini menjadi pesan harapan bagi pembuat kebijakan sains dan pendidik, sebab dua kelompok ini tak memiliki pendekatan religi dalam prakteknya. Seharusnya mereka menerapkan pendekatan ini dalam satu kolaborasi," ujar Ecklund.
Pengaruh pemberitaan
Ditambahkan Ecklund, pandangan miring soal hubungan antara sains dan agama tumbuh akibat pengaruh pemberitaan media yang menggambarkan keduanya tak akur dalam isu kontroversial seperti pengajaran penciptaan di sekolah. Sementara para pakar dan panelis berita lebih cenderung membela masing-masing kelompok.
"Ini mungkin tak penting bagi televisi, tapi pertimbangkanlah seberapa sering Anda melihat kabar berita tentang kerjasama kedua kelompok ini. Ada pandangan negatif besar atas isu ini dan kurangnya informasi yang memadai," katanya.
Studi ini juga membantah keyakinan umum bahwa kalangan religius yang bekerja pada bidang sains akan makin meragukan keimanan mereka. Sebaliknya studi ini mengungkap ilmuwan malah makin mempraktekkan ajaran agama lebih banyak dibandingkan penginjil.
"Ilmuwan yang juga bekerja sebagai penginjil lebih religius dari penginjil Amerika yang tak bekerja dalam bidang sains," ungkap Ecklund.
Menurutnya, ilmuwan mengidentifikasi dirinya lebih religius karena mereka melihat ada pertentangan antara sains dan agama setiap waktu.
Studi Religious Understandings of Science (RUS) merupakan studi terbesar mengenai pandangan orang AS atas sains dan agama.
Studi ini mewawancarai lebih dari 10 ribu warga AS, lebih dari 300 pewawancara mendalam dengan orang Kristen, Yahudi dan Muslim, yang mana 140 diantaranya adalah penginjil.
Pada Senin 17 Februari 2014, Pyhs melansir studi bertajuk Religious Understandings of Science (RUS) oleh Elaine Howard Ecklund, yang dilakukan profesor sosiologi Rice University Amerika Serikat. Studi itu mengungkapkan bahwa hampir setengah lebih dari 10 ribu orang Amerika Serikat meyakini sains dan agama bisa bekerjasama.
"Kami menemukan hampir 50 persen penginjil meyakini sains dan agama dapat bekerjasama dan mendukung satu sama lain," tegas Ecklund.
Angka ini, kata dia, kontras dengan anggapan bahwa hanya 38 persen orang AS yang merasa sains dan agama bisa bekerjasama.
Studi yang dipresentasikan selama konferensi American Association for the Advancement of Science (AAAS) ini juga menemukan 18 persen ilmuwan rajin menghadiri upacara keagamaan tiap pekan.
Fakta lain yang ditemukan dari survei itu adalah 15 persen ilmuwan mengenali diri mereka dengan sangat religius, 13,5 persen ilmuwan membaca teks religi tiap pekan, serta 19 persen ilmuwan berdoa beberapa kali tiap hari.
"Ini menjadi pesan harapan bagi pembuat kebijakan sains dan pendidik, sebab dua kelompok ini tak memiliki pendekatan religi dalam prakteknya. Seharusnya mereka menerapkan pendekatan ini dalam satu kolaborasi," ujar Ecklund.
Pengaruh pemberitaan
Ditambahkan Ecklund, pandangan miring soal hubungan antara sains dan agama tumbuh akibat pengaruh pemberitaan media yang menggambarkan keduanya tak akur dalam isu kontroversial seperti pengajaran penciptaan di sekolah. Sementara para pakar dan panelis berita lebih cenderung membela masing-masing kelompok.
"Ini mungkin tak penting bagi televisi, tapi pertimbangkanlah seberapa sering Anda melihat kabar berita tentang kerjasama kedua kelompok ini. Ada pandangan negatif besar atas isu ini dan kurangnya informasi yang memadai," katanya.
Studi ini juga membantah keyakinan umum bahwa kalangan religius yang bekerja pada bidang sains akan makin meragukan keimanan mereka. Sebaliknya studi ini mengungkap ilmuwan malah makin mempraktekkan ajaran agama lebih banyak dibandingkan penginjil.
"Ilmuwan yang juga bekerja sebagai penginjil lebih religius dari penginjil Amerika yang tak bekerja dalam bidang sains," ungkap Ecklund.
Menurutnya, ilmuwan mengidentifikasi dirinya lebih religius karena mereka melihat ada pertentangan antara sains dan agama setiap waktu.
Studi Religious Understandings of Science (RUS) merupakan studi terbesar mengenai pandangan orang AS atas sains dan agama.
Studi ini mewawancarai lebih dari 10 ribu warga AS, lebih dari 300 pewawancara mendalam dengan orang Kristen, Yahudi dan Muslim, yang mana 140 diantaranya adalah penginjil.
Situs Berita Forbes.com Diserbu Hacker Suriah